Mutiara Namanya

Bayi cantik itu lahir di suatu pagi yang cerah  di RS Bersalin Asih, Kebayoran Baru. Merupakan rumah sakit bersalin terbaik pada era itu dan masih menjadi pilihan utama banyak warga Jakarta hingga saat ini.  Kelahirannya  ditolong oleh dr. Waluyo Sapardan, Sp.OG. Seorang ahli kandungan ternama, bahkan para artis rela mengantri menjadi pasiennya.

Demi menantikan kehadiran Sang Dokter yang cakap bersosialita, malam itu Sang Ibu menunggu Sang Dokter dengan rela. Bahkan para perawat pun  tidak berani menghubunginya.  Tepat 23 tahun lalu, pukul 9:20 pagi, 23 Februari,  hanya sepuluh menit setelah Sang Dokter tiba,  bayi berkulit putih bersih itu lahir ke dunia.  Sang Ibu sudah menyiapkan nama  untuknya, Monika, terkesan dengan bocah cantik Monika yang selalu riang dan tidak bisa diam.

Namun Sang Ibu berubah pikiran dan mengganti menjadi Mutiara, yang dirasa lebih pas dan indah dengan harapan sang bayi akan tumbuh menjadi gadis cantik dan berhati mulia.

Bayi Mutiara tumbuh sehat dan sempurna, umur enam bulan sudah bisa merangkak meniti tangga dan pada umur sebelas bulan sudah bisa berjalan.  Umur tiga tahun  masuk Taman Kanak Kanak dan sudah terlihat sifat percaya dirinya yang tinggi.

Mutiara mendapat didikan keras dari Sang Ayah,  sehingga tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat aktif dan berani. Ketika umur tujuh tahun Mutiara kecil terluka. Di Mall Metropolitan Bekasi, lengan tangan  kanannya patah karena Mutiara yang lugu bermaksud melambaikan tangan, memasukkan lengannya di jeruji kincir angin yang sedang berputar. Dibawa ke RS Mitra Keluarga sambil menangis menahan sakit dia berteriak-teriak, “Allahu Akbar..Allahu Akbar..!”

Dokter, pengunjung, pasien dan perawat di rumah sakit terharu iba mendengar jeritannya. Melihat Mutiara kecil yang berbeda dengan anak seusianya.

Waktu berjalan, di bangku SMP Mutiara tumbuh menjadi gadis mandiri. Diterima program akselerasi, ia meninggalkan rumah di Bekasi, tinggal bersama Sang Pakde dan Bude di Slipi. Setiap pagi ia berangkat  ke Al-Azhar di Kebayoran Baru dengan mengambil bus kota di depan RS Harapan Kita. Melintas jembatan penyeberangan Harapan Kita, setiap pagi Mutiara menyedekahkan sebagian uang jajannya kepada mereka yang selalu duduk tersebar di atas sana.

Suatu hari tiba-tiba ia ditunjuk oleh gurunya untuk ikut lomba pidato antar SMP di Jakarta.  Tanpa persiapan dia berangkat mengikuti lomba, dan dalam kegalauannya menunggu waktu  dia sholat dhuha. Di akhir lomba dan pengumuman  pun tiba, di luar nalarnya dia mendapatkan dirinya menjadi juara pertama.

Atas nasehat Ayah tercinta,  ketika masuk SMA 8 Jakarta Mutiara dianjurkan mengikuti berbagai macam kegiatan ekstrakurikular, agar belajar berorganisasi dan memupuk jiwa sosialnya. Hari tertentu, selepas sekolah ia menyambangi anak jalanan di Rumah Singgah Sakinah, kepada mereka mengajari Matematika. Semua dilakukannya di kala teman-teman sekelasnya sibuk dengan tuntutan program akselerasi.

Di penghujung bangku SMA, kala siswa lain sibuk menentukan bangku kuliah dan memperiapkan ujian, Mutiara malah sibuk latihan menari dan menyanyi  mempersiapkan diri menjadi duta Indonesia lewat program pertukaran pelajar Bina Antarbudaya – AFS, satu tahun ajaran ke Italia.

Menghabiskan sepuluh bulan tinggal bersama keluarga Romano di sebuah desa terpencil berpenduduk seribu orang, lebih sedikit dari domba yang digembala, Mutiara bertemu dengan Patty, salah satu sahabat sejatinya.

Kembali dari Itali, hanya beberapa minggu setelah mendaratkan kakinya di Jakarta Mutiara kembali harus terbang meninggalkan tanah air Indonesia. Kini ke Jepang memenuhi kesempatan beasiswa. Begitu dahsyatnya tantangan yang harus dihadapi seorang diri selama di negeri Sakura. Berbekal niat suci membahagiakan orang tua ia berhasil mendapatkan gelar sarjana tepat pada waktunya.

(Ketika teman seangkatannya sibuk bertahan di Jepang dan mencari kerja, Mutiara begitu yakin untuk segera kembali pulang ke Jakarta. Entah dalam bentuk apa, tapi ia yakin ada yang menantikannya.)

Puncak kesuksesan Mutiara adalah ketika ia menemukan jodohnya. Di depan Masjid Agung Al-Azhar Allah mempertemukan keduanya. Dalam waktu singkat,  atas ridho Allah SWT dan restu kedua belah pihak orang tua, Mutiara dan Fadjar akhirnya berikrar diri  untuk hidup bersama. Ternyata ini yang “menarik” kepulangannya.

Begitu “sederhana” perjalanan hidup Sang Mutiara, segalanya berjalan begitu cepat dan  indah. Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah mengatur perjalanan hidup hamba-hambaNya dengan begitu sempurna.

Selamat ulang tahun anakku tersayang Mutiara.., semoga Ananda selalu bahagia, semakin  sabar dan dewasa dalam menjalani kehidupan rumah tangga.  Tetap menjadi istri yang istiqomah dan shalehah kebanggaan suami tercinta. Amiin.

With all best wishes and love,

Peluk Cium,

Mama & Papa

I Live to Love You

Arti di Balik Sebuah ID

22 Desember 2011

“It can take months, even years..” jawab seorang petugas Maison de Communale, instansi setingkat Dinas Dukcapil kalau di Indonesia, terkait permohonan izin tinggal dan national ID card Belgia untuk Muti.

Take years??! Aku dan Muti hanya akan tinggal di Belgia sepuluh bulan saja, menunggu tahunan bukan jawaban yang kami sangka. Empat bulan sudah sejak kedatangan kami di Belgia, dari jawabannya bukan titik terang, malah seolah pada jalan buntu kami dihadapkan.

Hanya dua minggu sejak dokumen dan aplikasi kami masuk seharusnya kami setidaknya mendapat jawaban, aplikasi ini diterima atau tidak. Minggu berganti bulan. Bulan pertama, seminggu dua kali kami mendatangi commune. Bulan kedua seminggu sekali. Bulan ketiga menjadi dua minggu sekali, dengan keyakinan yang memudar. “Please just wait, we did the all the thing we could, we’ll contact you as soon as we got any response from the State Ministry”. Antara iba melihat perjuangan kami dan tidak bisa membantu lebih jauh, petugas dari commune mencoba menenangkanku yang mulai berargumen dengan nada emosi.

Tanpa Belgian National ID ini Muti berarti belum secara resmi tercatat dalam administrasi pemerintah setempat. Telah habisnya masa berlaku Schnegen visa Muti yang lalu membuat Muti, secara hukum, tidak boleh meninggalkan Belgia. Perjalanan kami ke Belanda yang lalu pun dengan nekat dan penuh asumsi tidak akan terperiksa polisi. Meski kadang terdapat random checking di Rosendaal, stasiun perbatasan yang harus kami lalui. Saat ke Aachen Jerman, kami beruntung bepergian bersama Bu Anita sekeluarga dengan mobil beliau yang berplat CD, Corps Diplomatique. Begitu juga saat menari saman di resepsi diplomatik di Luxembourg, kami bergabung dalam rombongan KBRI lagi-lagi dengan mobil CD.

Njlimet nya situasi yang kami hadapi, aku terpikir untuk mengikuti saran seorang agen yang membantu legalisasi dokumen kami di Jakarta. “Sewa lawyer saja Mas Fadjar, dulu klien saya sewa lawyer, 2000 Euro, keluar ID nya.” Pertanyaannya sekarang, Dua ribu Euro? Mungkin sehari sebelum pulang ke Indonesia pun belum tentu terkumpul.

19 September 2011

Tiga hari terakhir kami telah berkonsultasi dengan petugas commune dan dua lembaga bantuan hukum untuk orang asing di Brussels. Untung saja semua pelayanan ini tidak berbiaya. Keluar rumah sebelum Subuh, mengantri di cuaca gerimis nan dingin bersama para pendatang dari negara lain adalah bayarannya. Informasi yang kami dapat, dengan visa turis yang Muti pegang saat ini, berakhir dalam 4 hari, kami dapat segera langsung mengajukan titre de sejour, izin tinggal kepada Maison de Communale di Belgia. Prosedur ini bertolak belakang dari instruksi kedutaan Belgia di Jakarta, di mana Muti perlu kembali ke Indonesia untuk mengajukan family reunion visa di kedutaan Belgia di Jakarta.

Salah satu pertimbangan kami menikah segera adalah dengan sepuluh bulan hanya berdua di Belgia, periode emas berasmara sekaligus membangun pondasi rumah tangga. Kalau baru sebulan di Belgia sudah harus kembali lagi ke Jakarta, akan banyak waktu terbuang percuma.

Dalam 3 x 24 jam, kami harus memutuskan apakah Muti perlu pulang. Banyak yang menyarankan untuk aku tidak ambil risiko. Karena jika permohonan ini ditolak, Muti akan menjadi penduduk ilegal. Saat kembali ke Indonesia nanti, akan menjadi masalah berkepanjangan. Seorang bapak yang sempat menyatakan dirinya “bertanggung jawab” dengan urusan kependudukan warga Indonesia di Belgia sempat memperingatkanku, ”Hati-hati Mas, kalau deportasi saja nggak masalah, tapi selanjutnya bisa black list masuk Schengen area  lima tahun lho!”

“Ya, nanti kalau nggak bisa ke Eropa lagi kami cari sekolah di Amerika, Jepang atau Australia Pak!”

“Oo, hati-hati ya, embassyembassy itu connected, bisa-bisa istri di black list dimana-mana”

“Ya bismillah aja Pak, namanya juga usaha.”

Aku hanya ingin segera pergi dari hadapan Bapak ini. Panas telinga dan hati rasanya. Aku tahu secara teori beliau benar, tetapi sebagai seorang warga negara aku merasa berhak mendapatkan tawaran solusi selain sekedar peringatan. Bukan emosi semata, aku memilih berargumen dengan beliau karena aku dan Muti tahu dalam hal ini beliau ternyata ketinggalan banyak informasi.

Meski begitu keputusan kami bulat. Muti tidak akan pulang bulan ini tapi menunggu hingga ada jawaban. Kami berpegang pada informasi yang petugas commune saat itu berikan, jika Muti pulang, tidak ada jaminan di Jakarta Muti proses pengurusan family reunion visa akan berjalan cepat. Belajar dari pengalaman senior pelajar Indonesia lain, kadang butuh waktu enam bulan sampai setahun hingga berhasil mendatangkan pasangannya. Aku membatin, “kalau sekarang dipulanginngapain kemarin abis kawin langsung diajakin”. Sekali layar terkembang, pantang surut kembali.

8 Agustus 2011

“Bu, kenapa tidak bisa 90 hari? Kita sudah booking hotelnya dan tiketnya untuk tiga bulan..”, aku memelas pada ibu petugas yang melayani kami.

Sambil menyorongkan berkas dokumen dan aplikasi visa Muti, aku sertakan juga undangan pernikahan kami yang tinggal empat hari lagi. Sebagai syukur dan terimakasih, setidaknya aplikasinya sudah diterima. Sekaligus upaya terakhir, menunjukkan keseriusan kami barangkali beliau berubah pikiran.

“Mas, sebenarnya sekarang sedang sulit untuk buat visa Schengen di sini. Sebentar lagi pun pelayanan Schengen akan dipindah ke kedutaan Belanda. Harusnya ini nggak kita lolosin. Tapi karena kalian baru menikah, sekarang aplikasi tetap saya masukkan tapi hanya 30 hari saja ya.”

“Lalu, selama tiga puluh hari saya bisa urus izin tinggal Muti langsung ke gemeente di Belgia kan?”

“Tidak, dalam tiga puluh hari Muti harus pulang dulu, lapor diri kemari bahwa sudah tiba kembali di Indonesia baru bisa mengajukan long stay visa untuk family reunion.”

“Ya, sudah lah Bu, ngga papa 30 hari, yang penting sekarang kami bisa berangkat dulu ke Belgia sama-sama.”

Setelah meminta appointment sejak bulan Juni, baru hari ini, 8 Agustus lima hari sebelum pernikahan, Muti mendapat appointment memasukkan aplikasi visanya. Sebuah proses panjang nan melelahkan. Dua bulan penantian appointment ini bahkan sempat terselingi dinas Muti ke Tokyo, masa magangku di Jenewa. Sementara itu sambil dibantu orang tua kami proses administrasi pernikahan yang melibatkan tiga KUA; Yogyakarta, Bekasi, Tanah Abang dan dua kelurahan terus berjalan. Seriring dengan proses penyebaran undangan pernikahan kami, persiapan gedung dan hidangan untuk para undangan.

Inilah salah satu faktor mengapa begitu banyak kerabat yang terlewat, prioritasku adalah proses “menggondol” Muti ke Belgia. Hanya menikah di masjid atau KUA dengan resepsi keluarga utama saja pun kami bahagia. Yang terpenting adalah bagaimana Muti bisa turut berangkat juga.

31 Oktober 2011

“Hi guys, how are you doing, I am Tom”

“Hi, I’m good. I am Fadjar and this is Muti, my wife”

“Well, I see you guys just keep sitting around here. Do you feel kind of boring or something?”

Hedeuh, ini anak sotoy banget. Ujug-ujug mendekatiku dan Muti yang memang dari awal acara hanya duduk-duduk di sofa. Malam ini, sebagai silaturahmi balasan, kami memenuhi undangan Patty dan Anthonie di acara housewarming apartemen baru mereka. Aku dan Muti yang siangnya jalan-jalan keliling centrum Antwerp memang sudah kelelahan sejak awal acara. Sementara teman-teman dekat Patty dan Anthonie yang lain masih terus berdatangan. Mungkin inilah yang menarik perhatian Tom. Sepasang wajah Asia yang hanya asyik sendiri duduk berdua di pojokan.

Berusaha ramah, aku setengah hati melayani Tom bicara. Awalnya aku tidak begitu berminat, tapi dari obrolan itu aku jadi tahu kalau Tom juga pernah mengikuti program Erasmus Mundus dua tahun yang lalu, ke Universidade do Porto. Mulai ada kesamaan di antara kami, pembicaaan menjadi lebih hangat. Belakangan kuketahui, Tom adalah instruktur berlayar Patty dan Anthonie.

“Nice to talk to you, if you need guide to discover Brussels, just contact me!!”

Di akhir perjumpaan kami mulai akrab. Asyik juga anak ini rupanya. Tahu aku dan Muti tinggal di Brussels, Tom yang dua tahun kuliah di Brussels  menawarkan diri menjadi tour guide kami suatu hari di Brussels.

Malam harinya aku bilang pada Muti, “Aneh ya, temennya Patty tadi, kekeuh banget ndeketin kita”.

21 Januari 2012

Hari itu aku, Muti, Patty, Anthonie berjalan kaki berkeliling centrum Brussels diipandu oleh Tom. Menyambut tawarannya tiga bulan lalu, kami mengunjungi Margritte Museum dan beberapa sudut kota seperti Palace de Justice dan Joue de Bal. Dengan Patty dan Anthonie, aku dan Muti sudah begitu dekat kami sudah seperti keluarga sendiri. Dengan Tom, berkat kepiawaannya memandu kami dan mengobrol seharian, hari ini kami menjadi semakin akrab.

Di sebuah kafe kami berhenti untuk beristirahat sebelum akhirnya berpisah. Saat Muti dan yang lain menikmati chocolate chaud dan cappuccino nya masing-masing, aku berbincang dengan Tom.

“So, Tom, tell me what are you doing for work exactly?”

“I am a laywer”

“Lawyer? What do you do exactly, attending court, assisting client?!”

Mendengar kata lawyer seketika aku merasakan impuls yang begitu kuat mengalir di serabut-serabut saraf otakku. Terbayang di kepalaku masalah yang aku dan Muti hadapi dalam pengajuan ID. Seolah membaca isi kepalaku, Tom bercerita panjang lebar tentang law firm tempatnya bekerja. Tom menjelaskan kantornya umumnya membantu multinational company untuk masalah legal draft terutama yang berkaitan dengan hiring pekerja asing. Perusahaan-perusahaan ini perlu membuat kontrak yang sesuai dengan kebutuhan pekerja asing dan hukum di Belgia.

“If your firm assists these companies, will there be someone works on the foreign worker side then?”

Aku penasaran, pertemuan kami dengan Tom pastilah bukan tanpa arti. Dengan fakta bahwa firm tempat Tom bekerja berkecimpung dengan hukum bagi orang asing, sudah seharusnya Tom juga familiar dengan situasi yang aku dan Muti hadapi.

“Yes, which we do also. There are eleven of us in the office, ten of us working on legal draft to meet companies needs and one, which is me, working to assist the expatriate to win their rights, for example for their retirement and other needs such as gaining work permit.”

“Work permit for foreigner? You must be then familiar with all the regulation regarding immigration, one’s settlement and family reunion?!”

Palpitasi, jantungku berdetak semakin cepat, aku merasa segala kebuntuan kami akan segera berakhir, dengan cara yang tidak pernah kami duga.

“Yes, that is my area of work.”

Alhamdulilah!! Akhirnya setelah berbulan-bulan aku bertemu dengan orang yang capable terkait masalah izin tinggal Muti. Selama ini kami hanya diberi saran sana-sini namun tidak ada yang benar-benar bermakna. Selain Gusti Allah, hanya petugas commune, petugas lembaga bantuan hukum yang pernah kami datangi, dan kami sendiri yang benar-benar mengetahui situasi yang kami hadapi. Bahkan kadang kami tahu lebih baik dari mereka karena belakangan ini membuat beberapa perubahan peraturan terkait ke-imigrasi-an.  Sementara para petugas ini tidak selalu meng-update-nya. Perubahan peraturan ini sempat membuat kami semakin patah arang. Tepat tiga hari setelah aplikasi Muti masuk ke commune terdapat peraturan baru yang berlaku mulai 22 September 2011 dan berbunyi, hanya mereka yang sudah menetap di Belgia selama dua tahun yang dapat mengajukan family reunion.

“Well, tonight just send me the number of your application. I will make a call to the commune and update your application status. As a lawyer, I have a particular line to them. I don’t promise anything but I hope I can give some intervention.”

7 Februari 2011

Hari ini di kantor KBRI kami berjumpa dengan Bapak Aria. Seorang staf diplomatik di KBRI Brussel yang sangat helpful dan attentive. Mendengar sedikit penjelasanku, beliau langsung memahami urgensi situasi kami. Secara spontan beliau mengajak aku dan Muti bergabung untuk makan siang bersama istri beliau, Ibu Diah. Sepuluh menit beliau mendengarkan aku berbicara, memahami lebih jauh situasi yang ada.

“Ok, I got your point Mas Fadjar. Right after this lunch I will write you a letter regarding to your situation. This letter may not assist directly in a way of your permit application procedure, but at least you will have something to declare!”

Sejak kami mengajukan permohon izin tinggal Muti, kami tidak mendapatkan surat bukti penyerahan dokumen aplikasi izin tinggal. Tidak ada bukti hitam di atas putih. Artinya kami tidak bisa membuktikan pada pihak yang berwenang kalau kami sedang dalam masa pengajuan izin tinggal. Kondisi yang memberatkan jika kami harus berurusan dengan polisi misalnya. Apalagi visa Muti sudah habis sejak lama. Dengan sigap Pak Aria membuatkan sebuah surat keterangan menjelaskan situasi kami dengan kop Kedutaan Besar RI.

Secara administrasi, kami tidak dapat menyertakan surat ini sebagai pendukung untuk mempercepat prosedur izin tinggal Muti. Tetapi secara psikologis surat ini berdampak besar karena dengan demikian sebagai WNI kami merasa dilindungi.

9 Februari 2011

Pulang dari perpus, aku mampir sejenak ke rumah untuk sholat zuhur dan ashar sebelum berangkat ke tempat les sekaligus mengambil bekal berbuka yang Muti sudah siapkan. Muti sendiri sudah berangkat ke toko buku dan berencana berbuka di Masjid Agung Brussels di daerah Schumann.

Sambil membuka sepatu, kuperiksa ponselku. 2 missed call. You have one new voice message.

“Hello, Mr. Wibowo, this is a call from commune of Woluwe Saint Lambert to inform that your wife will have a card until October 2012. Could you..”

Alhamdulillah!! Langsung kutelpon Muti yang sudah di jalan untuk kembali arah menuju dan bertemu di commune, bergegas mem-follow up panggilan ini.

“Vous allez bien Monsieur, Madame Wibowo ??!”

Madame Martins, petugas commune yang sudah melayani kami dengan sabar sejak pertama kali kami datang, tersenyum menyambut kami di balik kaca loketnya.

“Oui, absolument, et vous ?!”

Kami pun memperhatikan petunjuk Madame Martins untuk prosedur berikutnya.

“Yes, there was a lawyer called us. I am also surprised of your application process. Your case is very rare. Most of application in your situation may take years even do not get any response from the ministry, but you does,” Madame Martins menjelaskan.

Akhirnya, untuk pertama kalinya kami keluar gedung Maison de Communale Woluwe Saint Lambert ini dengan perasaan lega dan penuh suka cita. InsyaAllah sebentar lagi ID card Muti jadi. Kartu yang memberikan kebebasan untuk Muti mengunjungi 29 negara di Schengen area.

Nggak kebayang ya sayang kita kenal Patty, dari dia kita kenal Tom yang awalnya maksa tapi justru lewat dia dapat jalan keluarnya. “Gimana pertemanan dan silaturahmi bisa begitu bernilai jauh dari yang bisa kita kira”.

Ya Mas, this is one thing among many things that money can’t buy”.

Senja di Brussels mengiringi langkah kaki kami, pulang dengan lega hati mengiringi, suhu minus 12 celcius tak terasa lagi.

22 Februari 2012

Hari ini, sehari sebelum tanggal ulang tahunnya, positif Muti menerima Belgian national ID card nya. Mulai besok, Muti sudah bebas untuk beperjalanan ke negara-negara Schengen, “membayar” tahun AFS-nya yang tak sempat sekalipun meninggalkan Italia.

Selamat ulang tahun Sayang, ini kado ulang tahun untuk kamu dari pemerintah Belgia.

Titre de Sejours, Mutiara Indriani


Hikmah Menikah Muda

Di antara banyak hikmah menikah di usia muda, salah satu yang sangat kami syukuri adalah, kami tahu sejak semula dengan siapa kami akan belajar dan tumbuh bersama.

Mutiarafadjar 8/2/2012

Serba-Serbi Salon Des Vacances

1 Februari 2012

“Sayang, aku sudah siapin sotonya, nanti tolong gorengin kerupuknya sebelum jemput Michelle yaa!”

“Siap!!” aku terima pengajuan “nota kesepahaman” dari Muti sebelum ia bergegas menuju KBRI di Tervuren.

Beberapa minggu belakangan Muti sibuk belajar Tari Pendet dari Rama dan Shintanya kesenian Indonesia di Brussels, Tante Wayan dan Oom Made. Hari ini Muti harus mengikuti gladi resik acara pembukaan Salon Des Vacances yang diadakan esok hari di Brussels Expo. Muti juga direncanakan akan menampilkan Tari Pendet sebagai pembukaan event pameran pariwisata ini oleh Panitia dan Bapak Dubes RI, Bapak Arif Havas Oegroseno. Sepulang dari gladi resik Muti langsung berangkat les bahasa Prancis. Sehingga soto dan pelengkapnya sengaja sudah disiapkan sejak pagi tinggal aku goreng krupuknya dan terpaksa tidak bisa turut serta menjemput tamu istimewa dari Groningen.

Ya, hari ini kami kedatangan tamu istimewa dari Groningen. Siapa lagi kalau bukan Michelle yang ditemani Dandi dan Rian. Sebelum menjemput mereka di Mannekin Piss, tidak lupa aku siapkan dulu krupuk udang istimewa asli Sidoarjo yang kami simpan khusus kalau ada tamu. Sementara kami biasanya makan krupuk Viet Nam yang diimpor Belanda saja. “Untuk kita yang biasa aja, untuk tamu harus yang spesial”, begitu selalu kata istriku.

Sore menjelang, aku janjian bertemu dengan Michelle, Dandi dan Rian di Manneken Piss. Michelle pernah tinggal di Belgia, Lubbek tepatnya, sehingga tidak terlalu asing dengan centrum Brussels terutama untuk menemukan patung anak kecil yang tidak pernah berhenti pipis ini. Sedikit informasi istimewa, 17 Agustus tahun 2012 ini Mannekin Piss akan mengenakan salah satu pakaian tradisional dari Indonesia.

Dari Mannekin Piss, aku yang bertindak sebagai tour guide berturut-turut menggiring ketiganya menuju Grand Place, King and Queen Galery, Janneke Piss, Bourse, St. Michael Cathedral dan Parc du Cinquantenaire. Sebelum kami semua menjemput Muti di Metro Station Rodebeek, dekat dengan tempat kurusnya.

Malam dengan suhu -5 derajat itu kami akhiri dengan menghangatkan diri bersoto-ria dan minum teh Prendjak panas sambil bertukar cerita dan tawa di studio mungil kami tercinta. Tidak lupa untuk kami saling tukar kado, wafel dari Belgia dan tempe dari Belanda.

Dandi, Michelle, Rian di antara kasur angin "Hotel MutiaraFadjar"

2 Februari 2012

“Mas, ayo kita foto di Atomium!!”

“Yakin?” sahutku.

Awalnya “sesi foto” ini memang sudah kami rencanakan sejak di rumah. Tapi melihat perkembangan suhu hari ini aku pikir rencana akan berubah. Memang kesempatan yang langka, foto dengan baju daerah di depan landmark utama suatu negara, tapi suhu di luar saat itu -8 derajat Celcius!!

“Kapan lagi..”

Tanpa ba bi bu, masih dengan kostum Tari Pendet lengkap, dengan selembar winter coat dan sandal jepit Muti menyeretku untuk mengambil foto di depan Atomium yang berjarak sekitar 500 m dari Brussels Expo.

Dandi, Michelle, Muti, Fadjar

Bersama Mbak Nina, Nur, dan Armanda, Muti baru saja sukses menampilkan Tari Pendet dari Bali sebagai pembukaan Salon des Vacances Bruxelles atau Brussels Holiday Fair  ini.

Kesuksesan penampilan para penari Pendet ini tidak lepas dari permainan Gamelan Ibu-ibu Dharma Wanita KBRI yang memikat. Penampilan yang sudah membuatku begitu penasaran, sejak pertama kali kulihat di acara resepsi diplomatik KBRI Brussel di Luxembourg. Baru pertama kali ini aku menjumpai Ibu-ibu Dharma Wanita di lingkungan institusi negeri begitu kompak terlibat aktif di promosi seni dan budaya Indonesia di luar negeri. Ketika kutanyakan pada salah seorang ibu apa rahasianya.

Nggak enak sama Bu Dubes tiap kali beliau selalu ikut latihan!”

Penari Pendet , Gamelan Ibu-ibu Dharma Wanita bersama Ibu Dubes

Ah, betapa teladan adalah senjata ampuh bagi para pemimpin. Bukan sekedar unjuk fasilitas dan kekuasaan seperti oknum wakil rakyat di Senayan.

Sang Merah Putih di Belgia

Kami merasa sangat beruntung bahwa keberadaan kami yang hanya sepuluh bulan di Brussels ini bertepatan dengan partisipasi Indonesia, diwakili KBRI Brussels dan didukung Kementrian Parekraf, sebagai host country dalam Salon Des Vacances. Bersama masyarakat Indonesia di Belgia kami berkesempatan menampilkan berbagai kesenian tradisional Indonesia.  Selama 5 hari ini, KBRI Brussel dan komunitas Indonesia di Belgia menampilkan Tari Pendet, Tari Saman, Tari Rantak, Tari Merak, Tari Muli Betangkai, Legong Keraton, Bajidor Kahot, dan pertunjukan Angklung. Benar-benar kesempatan yang langka. Bahkan bendera Merah Putih sempat dikibarkan di hari-hari awal pelaksanaan acara.

Salon Des Vacances Bruxelles adalah agenda rutin dunia pariwisata Belgia, mempertemukan para calon pewisata dengan destinasi wisata terbaik di seluruh dunia. Melihat animo pengunjung pada pelaksanaa sebelumnya, tahun ini diperkirakan kembali lebih dari 100.000 pengunjung akan membanjiri event yang diadakan untuk ke lima puluh empat kalinya ini.

Bersama Miss Belgique, cantikan yang dari Indonesia

Malam pertama penyelenggaraan Salon Des Vacances dilengkapi dengan agenda dialog pariwisata . Sebuah dialog yang sangat mencuri perhatianku sepanjang berlangsungnya, bagaimana tidak, dialog yang melibatkan lima orang pakar dunia pariwisata dan satu moderator ini selama dua jam berjalan dalam dua bahasa, Prancis dan Belanda. Bukan seperti di parlemen Eropa maupun sidang PBB yang dilengkapi penerjemah, para ahli ini saling menimpali pendapat satu sama lain dengan tetap menggunakan bahasanya masing-masing. This is so Belgian!! Lucunya penutur bahasa Belanda (Flemish) tidak jarang “terpaksa” bergonta-ganti bahasa untuk memastikan idenya dipahami lawan partner dialognya yang berbahasa French Belgique (francophone). Di akhir dialog, aku, Muti dan kawan-kawan Saman KBRI yang lain, mempersembahkan Saman sebagai penutup agenda malam itu. Permintaan panitia agar penari Saman sudah berada di hall di mana dialog diadakan sejak awal acara, membuat kami harus menunggu giliran tampil hingga dua jam di dalam kostum lengkap sambil menahan lapar dan kedinginan. Tetapi justru karena kedinginan dan kelaparan, kami jadi tampil lebih  semangat dan bergerak lebih cepat!

Sekotak Berdua Nasi Goreng Bebek Jatah Konsumsi Penari Saman

3 Februari 2012

Hari ini hibernasi judulnya. Sama-sama kelelahan usai pentas dan jalan-jalan di hari pembukaan, kami memutuskan untuk tinggal dan membereskan studio. Malam ini kami akan kedatangan tamu lagi. Sahabat istimewa kami lainnya, Pertha! Di hari pernikahan kami Agustus lalu di Jakarta, Pertha menjadi salah satu Pager Ayu nya. Seperti reuni yang telah diatur, empat bulan lalu, selang beberapa minggu setibanya kami di Belgia, Pertha  mendapat tugas untuk menjalani internship selama tiga bulan di KBRI Brussels. Kami pun kembali bertemu. Saat ini Pertha sedang mengikuti pendidikan diplomat di Belanda dan berkesempatan untuk mampir ke Brussel dan menyaksikan penampilan kami di Salon Des vacances ini.

Bukan kebetulan menurut kami apa yang terjadi. Seolah sudah pertanda dari-Nya, sebulan sebalum pernikahan Muti sempat menginisiasi reuni sekaligus mengklarifikasi pernikahan “jeruk makan jeruk” sesama returnee AFS  di antara sahabat AFS kami di Jakarta. Maksud hati ingin berbagi denganku yang belum kembali ke Jakarta, sebuah foto mereka ambil dan tag padaku.

Tampak Pertha merangkul Muti dan duduk bersebelahan. Mungkin ini pertanda kalau di Brussel kami akan “bertetangga”.

4 Februari 2012

Hari ini kami kembali “bertugas” menampilkan Tari Saman. Tdak tanggung-tanggung dua penampilan kali sekaligus. Sekali di panggung Indonesia, sekali di panggung Asian Village. Semangat dan kebanggan kami berlipat ketika kami tahu penampilan kami akan disaksikan Patty, Anthonie dan Sophie. yang jauh-jauh datang dari Aalst untuk melihat penampilan kami.

Fadjar, Muti, Patty, Anthonie, Sophie

Usai menampilkan Saman, kami langsung diboyong ke rumah orang tua mereka di Aalst. Memenuhi undangan makan malam, sekaligus memenuhi janji kami memasak di rumah mereka.

Menyiapkan Gulai, Ayam Goreng, Oseng Buncis

5 Februari 2012

Hari ini pengunjung Salon Des Vacances terutama stand Indonesia benar-benar melimpah ruah. Tidak hanya warga Brussels dan sekitarnya, komunitas Indonesia dari berbagai kota, baik pelajar maupun yang bekerja, juga tidak kalah turut meramaikan. Stand Indonesia hari ini menampilkan Tari Muli Betangkai, Pendet, pertunjukan Angklung dan Legong Keraton.

Melihat permainan gamelan adik-adik Indonesia baik yang lahir di Indonesia dan hanya beberapa tahun di Belgia hingga yang lahir bahkan campuran darah Indo-Belgia ini, aku jadi ingin segera punya anak. Eh salah, maksudnya ingin juga bisa menanamkan seni tradisional Indonesia ketika dikaruniai kelak. Bukan sekedar kurikulum ekstra yang kemudian untuk dilupa.

Apresiasi spesial untuk penampilan gamelan anak “Vitasati” dan gamelan dewasa “Saling Asah”, dari penampilan kedua kelompok arahan Oom Made ini terlihat jelas betapa seni Indonesia tidak hanya sekedar untuk dipelajari dan dipertontonkan oleh para seniman ahli, tetapi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sendiri bahkan sahabat luar negeri. Tidak pandang usia, tidak pandang latar belakang budaya.  Sebuah kesan yang kutangkap semakin jelas manakala di akhir hari kutanya Oom Made yang terkenal di Belgia dengan Ciaatt Band nya,

“Oom, kalau event  seperti ini KBRI nggak rencana ngundang artis dari Indonesia? Biasanya KBRI pada begitu..”

“Pak Dubes nggak mau yang kayak gitu..”

Oom Made bersama Gamelan Anak "Vitasati" didukung Bapak Dubes Arif Havas Oegroseno

6 Februari 2012

Hari ini hari terakhir Salon Des Vacances. Sayang, meski ingin aku dan Muti tidak bisa hadir karena sudah harus sekolah dan les lagi. Menyaksikan sendiri sebagian besar penampilan dan pertunjukan seni Indonesia di Salon Des Vacances, kami sepakat, partisipasi total komunitas Indonesia di Belgia tidak lepas dari totalitas Oom Made dan Tante Wayan dalam memelihara dan mengembangkan seni Indonesia sejak semula.

Bravo Oom Made, Brava Tante Wayan, Bravo KBRI Brussel! Ciiaaattt!!!

Keberuntungan dan Kesuksesan

Kita tidak bisa dan tidak perlu membanding-bandingkan keberuntungan dan kesuksesan orang lain, tapi pelajari bagaimana ia meraihnya. Syukuri apa yang ada, perbaiki yang belum sempurna, lanjutkan proses meraih mimpi berikutnya.

Erasmus Mundus Action 2, Siapa Mau???!!

Erasmus MAHEVA exchange programme family in Brussels

Erasmus MAHEVA exchange programme family in l’Université catholique de Louvain Brussels

“Mas Fadjar, ini apa? Pemburu beasiswa?! Nggak boleh ah!”

“Mbok boleh Mba, itu doa je..”

Siang itu aku “dimarahi” mba-mba staff bagian akademik di KPTU. Aku mengisi “pemburu beasiswa” di kolom pekerjaan daftar isian buku tahunan fakultas untuk kepentingan wisuda. Aku saat itu bingung mau isi apa. Bakul pulsa? Walaupun benar aku bakulan pulsa dimana-mana, kasihanlah Mama nanti pas wisuda, susah-susah anaknya dikuliahin di kedokteran, baca profil di buku tahunan kok sekedar bakul pulsa. Dokter? ko-ass aja belum.

Berhubung selagi menanti wisuda bulan Mei 2011 lalu aku sedang menunggu hasil seleksi Erasmus Mundus Action 2, aku tulis saja pemburu beasiswa. Mengingat ini bukan beasiswa yang pertama kudaftar. Bukan asal berburu, beasiswa yang kulamar adalah beasiswa yang searah dengan tujuanku meniti karir di bidang public health nanti.

Tiga Langkah Menuju Erasmus Mundus Scholarship

Beasiswa Erasmus Mundus sudah tidak asing di telinga mahasiswa Indonesia. Beasiswa ini memang super. Mulai dari kuotanya, promosinya hingga dananya benar-benar jor-joran. Proses seleksinya pun dibanding beasiswa ngetop lainnya seperti Fullbright, Stuned, dan DAAD relatif mudah. Dengan Erasmus Mundus kita cukup menjalankan tiga langkah.

1. Cari program yang Anda minati. Untuk Master Program kunjungi http://eacea.ec.europa.eu/erasmus_mundus/results_compendia/documents/projects/action_1_master_courses/131_emmcs.pdf

Untuk Doctorate Program kunjungi http://eacea.ec.europa.eu/erasmus_mundus/results_compendia/documents/34_emjd_final.pdf

2. Telusuri link yang tercantum di sebelah program yang Anda minati.  Ikuti petunjuk aplikai yang sudah tersedia dengan jelas di web tersebut. Anda biasanya akan diminta untuk men-download atau membuat account untuk proses aplikasinya. Lanjutkan dengan mengisi semua persyaratan yang dibutuhkan.

3. Berdoa sambil menunggu pengumuman.

Mudah bukan?! Ya, betul sekali! Jadi tunggu apalagi!

Bagi Anda yang sedang mencari Joint Master Program dapat memperoleh informasi lengkap 131 program dan jurusan yang ditawarkan di http://eacea.ec.europa.eu/erasmus_mundus/results_compendia/documents/projects/action_1_master_courses/131_emmcs.pdf

Untuk Joint Doctorate Programme silakan kunjungi http://eacea.ec.europa.eu/erasmus_mundus/results_compendia/documents/34_emjd_final.pdf

Erasmus Mundus Action 2, Mau, Mau, Mau?!

Apalagi ini?! Ya, banyak di antara kita yang belum tahu bahwa penyelenggaraan beasiswa Erasmus Mundus ini dilakukan dalam dua frame. Erasmus Mundus Action 1 yang menawarkan program beasiswa degree, terdiri dari Joint Master Programme dan Joint Doctorate Programme seperti di atas. Juga, Erasmus Mundus Action 2 yang menawarkan program beasiswa non-degree.

Sementara masih ada satu frame lagi yakni Erasmus Mundus Action 3 yang ditujukan untuk penguatan kualitas perguruan tinggi dalam bentuk promotion, accessibility, quality assurance, credit recognition, mutual recognition of qualifications, curriculum development and mobility.

Dari ketiga frame ini, Erasmus Mundus Action 2 lah program yang saat ini saya ikuti.

Selama ini Erasmus Mundus Action 2 lebih terkenal dengan nama Erasmus Lotus. Sebetulnya, Erasmus Lotus hanya salah satu dari begitu banyak project beasiswa di bawah Erasmus Mundus Action 2. Adapun project dan program yang ditawarkan amat beragam.

Sebagai gambaran, dalam satu project, penyelenggaran Eramus Mundus Action 2 ini melibatkan 10 Universitas di Eropa dengan sekitar 13 Universitas di Asia yang sebagian besarnya Asia Tenggara. Beruntunglah kita, Anda, wahai pemuda pemudi Indonesia mendapat jatah terbanyak!! (selama kualifikasi memenuhi) Makanya, ayo buruan daftar, deadline 31 Januari 2012!!

Jaman Buapak Ibumu kayak gini-gini nggak ada hooii!!!

Berikut ini sebagian program yang ditawarkan kepada pelajar Indonesia dan Partner University dari Indonesia yang dilibatkan. (Mahasiswa dari maupun dari luar universitas di bawah ini boleh mendaftar program mana saja)

MOVER Universitas Muhammadiyah Malang

Areas Univeristas Gadjah Mada

Techno Universitas Indonesia

EXPERTS Intitut Pertanian Bogor

LOTUS Universitas Gadjah Mada, Intitut Teknologi Bandung

STRONG-TIES Intitut Teknologi Bandung

HEB-SEA Universitas Sanata Dharma

MAHEVA Universitas Gadjah Mada

EURASIA  Institut Pertanian Bogor, Universitas Tadulako, Universitas Gadjah Mada

Program beasiswa non-degree ini terus dikembangkan untuk meningkatkan mobilitas para scholars dari luar Eropa ke Eropa. Tujuannya untuk saling mengembangkan potensi akademis di masing-masing benua. Pelajar dari negara berkembang luar Eropa mendapat kesempatan untuk belajar di perguruan-perguruan tinggi dengan sistem yang lebih lama teruji dan dokumentasi ilmu yang lengkap. Para akademisi dan pelajar Eropa mendapat stimulus berupa interaksi sosial yang dapat memperluas perkembangan ilmu pengetahuan dan etos pelajar dari negara berkembang dikenal membara, terutama jika mendapat kesempatan belajar di luar negeri.

Proses Seleksi

Mendapatkan beasiswa itu memang tidak pernah mudah. Gabungan antara usaha, doa, dan kehendak-Nya. Tetapi dari berbagai pengalaman mendaftar beasiswa, Erasmus Mundus Action 2 ini menyediakan proses yang paling mudah!

Bayangkan untuk mendapatkannya, yang perlu Anda lakukan hanya  TIGA LANGKAH MUDAH!

1. Klik link yang ada di atas dan pelajari mana program yang sesuai untuk Anda.

2. Klik tombol aplikasi di website tersebut dan ikuti prosedurnya. Anda hanya akan diminta untuk membuat akun aplikasi, semudah membuat akun Facebook! Kemudian Anda, kurang lebih, hanya akan diminta mengisi data diri, memilih program dan universitas yang Anda minati membuat motivation letter, curriculum vitae (saya sarankan dengan European format CV), mengupload hasil scan: identita diri atau passport, ijazah (tidak perlu diterjemah), TOEFL skor (tidak perlu internasional), recommendation letter.

3. Setelah melengkapi semua peryaratan klik submit, semudah klik add friend, sambil mengucapkan bismillah dan doa-doa baik yang pernah Anda punya. Rezeki bisa “dibeli” dengan sedekah. Tak ada salahnya Anda bersedekah 10% dari nilai beasiswa yang Anda harapkan. Seperti yang dijanjikan satu kebaikan setidaknya berbalas dengan 10 kebaikan.

Selamat mencoba! Saya turut mendoakan Anda!!! Kalau diterima, jungan lupa sedekahnya untuk panti asuhan di Indonesia. Agar bukan cuma kita yang merasakan manfaat Erasmus Mundus nya, tapi juga rakyat Indonesia yang belum berkesempatan seperti kita.

Kalau sudah diterima, jangan lupa bersyukur. Ingat, Bapak Ibu Anda, bahkan Simbah Anda sekalipun dia Raja tidak pernah mendapat kesempatan mendaftar beasiswa ke Eropa semudah ini!!!

Sebagai pelengkap, berikut ini statistika penerimaan beasiswa Erasmus Mundus.

Salam,

Mochammad Fadjar Wibowo, B.Med
Exchange Student at Universite catholique de Louvain, Belgium
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
http://www.mutiarafadjar.wordpress.com

——————————————————————————————Ingin terus mengikuti cerita kami? Klik Folow pada WordPress page ini.

Bermanfaat kah tulisan ini?! Jangan ragu RateShare dan Komentar pada kolom di bawah ini!

Numpaq Sepur Senel

Sore tadi adalah ujian Prancis terakhirku. Melihat hasil yang langsung dibagikan oleh guruku, Nicholas,  menunjukkan hasil yang lumayan, ketika kami diminta membahas lagi soal ujian tadi, aku sudah tiak begitu memperhatikan. Aku malah melamunkan bagaimana mulanya beberapa bulan yang lalu, aku dan Muti memutuskan untuk benar-benar berusaha menguasai Prancis ini.

Selain karena kebutuhan dan percaya bahwa belajar bahasa itu banyak manfaatnya, kami memutuskan untuk belajar bahasa Prancis juga karena sebagai pasutri, kami merasa perlu memiliki satu “common language” untuk komunikasi khusus  kami berdua dalam situasi mendesak tertentu. Saat menawar harga misalnya. Hehehe.

Aku sendiri mulai menganggap common language” penting bagi pasutri karena terinspirasi  cerita dari pakde, bude, oom dan tante kala kami berkumpul saat lebaran beberapa tahun lalu. Cerita sama yang selalu diulang di setiap kami berkumpul di hari lebaran, tapi masih tetap membuat kami tertawa. Bahkan ketika sekedar mengingatnya.

Kinderen wis di-krijgen?”

Dengan dialek Pemalang khas keluarga besar dari sisi Bapak, Tante Yuni meniru bagaimana Mbah Opo (Mbah Sofro) menanyakan kepada Eyang Mami apakah anak sudah diberi uang saku. Kinderen dalam bahasa Belanda sendiri artinya anak-anak. Sementara krijgen berarti menerima.

Sebagai generasi yang besar dan bersekolah di bawah sistem pemerintahan Belanda, bahasa Belanda menjadi bagian dari komunikasi keduanya. Mungkin karena sudah saking melekatnya, penggunannya pun dicampur sekenanya.

Mam, kiye kinderen vervellend Mam!”

Tanpa membuat anak-anak menyadari kalau sedang dirasani, Mbah Opo dan Eyang Mami tetap bisa berkomunikasi dengan nyaman satu sama lain.

Itulah salah dua contoh bagaimana “common language”, meski dicampur-campurdapat bermanfaat. Selain ketika membuat keputusan di hadapan penjual, polisi, atau siapapun kami perlu bernegosiasi.

Mencampur-campur bahasa seperti ini, asal baik motivasinya,  menurutku sah-sah saja. Justru cerita-cerita menggelikan ini yang dulu memotivasiku untuk belajar bahasa Belanda, menguak “mitos” mana yang lebih berpengaruh dalam hubungan saling mempengaruhi antara Bahasa Jawa dan Belanda. Masih banyak cerita lain di keluarga kami mengenai campur-campur bahasa ini.

Suatu hari Mbah Opo menganjurkan Pakde ku yang hendak naik kereta untuk memilih kereta ekspress agar lekas sampai. Masih dengan logat Pemalang yang diceritakan ulang Pakde ku Mbah Opo berkata, “Numpaq Sepur Senel baen, men cepet..”.

Sepur Senel sesungguhnya berasal dari kata Sneltrein atau kereta cepat. Dalam bahasa Jawa, kata spoor yang berarti jalur, dikeliruartikan menjadi kereta.

Cerita lain, setengah ingin tahu dan setengah becanda, Pakdeku pernah bertanya padaku, “Mas Wowok, waktu Pakde muda di Pemalang gardu-gardu PLN ada tulisan peringatan dalam bahasa Belanda, lalu ada terjemahan di bawahnya bener nggak kayak gini?”

“Apa itu Pakde?”

Levensgevaar, sing ngemek mati!!”

I loved words. I love to sing them and speak them and even now, I must admit, I have fallen into the joy of writing them. -Anne Rice-

Belajar di Luar Negeri

Di negeri sendiri kita terbiasa hidup diliputi berbagai permasalahan, sering muak kita dibuatnya, tak jarang malah jatuh pingsan tak sadar lagi apa masalahnya.

Di luar negeri, kita mendapat oksigen lebih untuk belajar dan berpikir jernih. Dengan transfusi ilmu baru yang kita pelajari, berlanjut dengan berbagai analisis dan komparasi, kita mulai terangsang mengurai masalah-masalah di negeri sendiri.

Keluar sementara dari masalah untuk mencari solusi, bukan melarikan diri.

Mutiarafadjar, 24/1/2012

Sweet Things, Sweet Guys

Malam Minggu Klepon
“Mas beasiswanya sudah keluar belum?”

“Hmm, mungkin sudah. Tapi belum ngecek, kalau ternyata belum nanti takut lemes. Senin aja ya?”

“Yah, pengen belanja supaya bisa masak enak sekalian bikin klepon!”

Yak, K-L-E-P-O-N, Klepon saudara-saudara! Akibat menyimak video pembuatan klepon yang diunggah zus-zus mahasiwi Belanda di Youtube, minggu ini Muti begitu bersemangat untuk membuat klepon pertamanya. Melihat kesungguhan istriku, aku pun mengumpulkan keberanian untuk mengecek rekening ING-ku.

“Alhamdulillah, sudah turun Yang uangnya!!”

Tanpa buang waktu lagi kami langsung membagi tugas. Muti belanja, aku di rumah. Hehehe, bukan apa-apa, kalau aku ikut kadang bikin recok dan apa yang dibutuhkan malah tidak jadi dibeli.

Bermodal koper berdimensi 70x50x40 cm Muti berhasil membawa pulang kebutuhan dasar pangan kami hingga tiga minggu ke depan. Harus menggeret koper ini seorang diri, alhamdulillah sepanjang perjalanan Muti mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Berbeda halnya jika kami belanja berdua, orang akan mengira, “oh, ini laki rajin sekali, belanja bulanan masih sempet bawa ponakannya” dan membiarkan kami begitu saja.

Koper ini kuprediksi berbobot 16 Kg, melihat dari 10 liter susu dan dua lusin telor yang dibeli saja sudah bisa mencapai 13 Kg. Sebagai catatan, susu dan telor adalah konsumsi terbesar kami selain roti dan nasi, mengingat kandungan gizi dan harganya yang di sini lebih murah daripada di Jakarta. Dengan syarat tambahan belanjanya di supermarket termurah di Belgia, Colruyt.

Sampai di rumah kami langsung berjibaku menyiapkan makan malam. Melihat bumbu sate yang sudah teronggok rapi lima bulan, kami putuskan membuat sate ayam. Dikarenakan tidak adanya tusukan, kami putuskan ayam ini hanya kami goreng dengan bumbu dasar, kemudian melumurinya dengan bumbu sate. Sate kelar, Muti mulai mengerjakan proyek kleponnya. Aku menanti klepon yang sudah direbus untuk dibalur dengan parutan kelapa. Sayang, kami tidak berhasil menemukan ppasta pandan. Sebagai penawarnya, kami memberikan aroma rose pada serombongan klepon ini.

Meski tidak berhasil menemukan pasta pandan untuk memberi warna hijau, inilah klepon paling bersejarah dalam hidup kami. Pas pengen nglepon, pas turun beasiswanya, alhamdulillah Penampilan yang bersahaja dari klepon ini, dengan warna putih bersih, disesuikan dengan musim yang sedang bergulir, maka kuberi klepon ini nama, Klepon Salju.
Sate dan Klepon, dua makanan manis ini rupanya menjadi pertanda akhir pekan yang manis kali ini.
Klepon Salju

Ayam Goreng Sate

The Sweet Antwerpers
Hari Minggu ini kami janjian untuk mengunjungi salah satu sudut kota Brussels bersama Patty, Anthonie Sophie dan Tom. Tom yang sempat kuliah di Brussels mengajukan diri sebagai tour guide. Tujuan pertama, kami mengunjungi musee du Margrit, berisi karya Rene Margrit seorang pelukis beraliran surrealis asal Belgia yang berguru kepada sang maestro Salvador Dali.
Gelagat enak sudah sejak awal terasa, pertama, kami dibiarkan untuk tidak membayar tiket museum oleh Anthonie. Masuk ke museum yang dikelola dengan sangat impresif, bersih dan berkelas ini membuatku merasa tidak sedang berada di Brussels yang belakangan sangat padat dan kurang terpelihara. Awalnya, menikmati pemandangan surealis selalu bekerja bertolak belakang untukku dan Muti. Muti bisa dengan santai menikmati, aku biasanya duduk di kursi pusing sendiri. Tapi semakin sering terpapar, memang ada cara tersendiri untuk menikmati karya para master surealis ini. Saking bisa menikmatinya kali ini kamera hanya bergelantungan di leherku.
Usai berkeliling museum, memasuki museum shop, gelagat enak kembali terasa. Benar saja baru beberapa langkah kami masuk..
“Muti, I want you to choose one you like, I want to give you!” seru Patty menunjuk beberapa lukisan repro Rene Margrit. Alhamdulillah.
Tiba saat makan siang, aku dan Muti yang bertindak sebagai tuan rumah karena saat ini tinggal di Brussels justru dilarang untuk mentraktir bahkan untuk membayar makanan kami sendiri. Tujuan berikutnya adalah Marolle. Di masa medieval, Marolle adalah kawasan yang didiami oleh warga kelas menengah Brussels. Kondisi jalan dan beberapa gedung yang masih tegar berdiri seolah setia bercerita bagaimana kondisi masyarakat yang mendiami wilayah itu di abad pertengahan.
Usia berkeliling sembari menikmati wafel yang dijual dengan mobil VW combi yang disesuaikan sedemikian rupa kami memutuskan untuk beristirahat menghabiskan waktu sambil berbincang dan minum kopi. Kali ini aku menolak ditraktir. Yaelah, beraninya cuma nolak ditraktir kopi.
Usai minum kopi, kami pun berpisah. Menanyakan tujuan masing-masing, aku dan Muti sadar, Patty, Anthonie, Sophie dan Tom hari ini datang dari Antwerp ke Brussels hanya untuk mengajak kami jalan-jalan. Sambil berjalan menuju Metro Station De Brouckere aku dan Muti membatin hal yang sama. These guys, they came all the way to Brussels and please us. Isn’t that sweet..

The Antwerp Gang

The Sweet Indonesian Bruxellois

Akhir pekan yang manis ini kami akhiri dengan makan malam bersama The Sweet Indonesian Bruxellois, nama keren untuk PPI Brussels yang beranggotakan puluhan mahasiswa dari berbagai kelompok usia tetapi yang jelas manis dan ceria. Seperti sudah otomotis, berhubung aku dan Muti datang dengan tangan hampa, sementara makanan sudah siap tersedia, merasa belum berkontribusi nyata, usai makan malam kami pun langsung nge-DJ di dapur, alias nyupir sedan, nyuci piring sendok garpu dan sebagainya bersama Aswin sebagai DJ utama. Sementara kami mencuci, dari ruang seberang terdengar lantunan lagu-lagu mahasiswa rantau full galau dimainkan. Mulai dari “Dimana” Ayu Ting-Ting hingga “Cinta Satu Malam” dari Melinda yang fasih dipilihkan oleh DJ Anto dari Bandung.

Nyupir Sedan

Happy to see you all again guys, Mbak-mbak, Mas-mas..

Ingin terus mengikuti cerita kami? Klik Folow pada WordPress page ini.

Bermanfaat kah tulisan ini?! Jangan ragu Rate, Share dan Komentar pada kolom di bawah ini!

I am a drinker with writing problems. — Brendan Behan

Hidup di Belgia, Refleksi 5 Bulan Pertama

Esok hari tepat lima bulan kami tinggal di Belgia. Mencoba melakukan refleksi apa yang telah kami lalui, aku coba membahas sekelumit pengalaman dan pengamatanku terhadap berbagai aspek kehidupan di Belgia. Semoga ada manfaatnya untuk yang sedang mempersiapkan keberangkatan studi lanjut di Belgia.

Politik

The Heart of Europe. Secara geografis, Belgia terletak cukup di tengah wilayah Eropa barat dan dikelilingi beberapa negara tetangga strategis. Silakan cek di peta. Bagi para pelajar yang hobi jalan-jalan, ini tentu menjadi faktor yang menarik sehingga memudahkan akses traveling ke negara sekitar. Penerbangan dari dan ke Brussels sendiri menjadi salah satu yang terpadat di Eropa. Low cost flight pun banyak melayani trayek-trayek ini.

Secara politis, Belgia merupakan pusat pemerintahan Uni Eropa. Di Brussels lah European Comission berada. Kondisi ini mendukung banyaknya industri raksasa dari seluruh dunia untuk mendirikan Headquarter, branch office dan menjalankan bisnisnya di Belgia terutama di kota Brussels yang juga merupakan Ibu Kota Uni Eropa. Status inilah yang dijual oleh kebanyakan institusi pendidikan yang memiliki jurusan bisnis, finance, dan manajemen. Bertahun-tahun Brussels dan Leuven, kota di dekatnya, selain Rotterdam di Belanda menjadi incaran banyak pelajar di seluruh dunia termasuk Indonesia yang ingin belajar bisnis di Eropa.

Pemerintahan

Belgia merupakan negara yang berdiri di tengah-tengah perbedaan budaya. Hal ini mempengaruhi sistem pemerintahan yang dijalankan dengan membagi tiga kawasan besar pemerintahan. Flanders di Utara, dengan penduduknya yang berbahas Belanda. Wallon di selatan dengan penduduknya yang berbahasa Prancis. Dan Brussels Capital Region di “tengah-tengah” yang merupakan campuran keduanya dan mengakomodir kedua bahasa secara  legal juga merupakan kawasan paling beragam.

Ekonomi & Demonstrasi

Menurut laporan yang mereka publikasikan, Belgia masuk ke dalam 20 besar negara dengan ekonomi terbaik di dunia. Dengan GDP bahkan mengungguli Inggris dan Prancis. Tarif listrik dan bensin hampir selalu masuk ke dalam 5 besar yang termahal di Eropa.

Meski demikian, krisi ekonomi Eropa yang melanda tak urung mempengaruhi situasi ekonomi Belgia jua. Tidak seperti lima hingga sepuluh tahun lalu, kini pengemis dari berbagai bangsa sudah menjadi bagian dari wajah Belgia. Terutama di Brussels. Banyak pendatang yang kecele mencari penghidupan yang lebih baik tetapi justru ikut terjebak krisi di dalamnya.

Demonstrasi dan mogok publik dalam dua tahun terakhir ini seolah sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Belgia. Sejak aku dan Muti tiba di sini pada Agustus lalu, setidaknya sudah dua kali mogok masal kami lalui. Pertama mogok transport publik se-kota Brussels pada bulan Oktober dan mogok nasional public service di seluruh Belgia pada Desember lalu. Mogok yang terakhir ini membuat dua sahabat kami Abi dan Pamung masing-masing harus berjalan 8 km dari stasiun dan bandara untuk mencapai tempat kami dan membuat kami berempat mencetak rekor sehari berjalan kaki total sejauh 30km. Lebih lanjut, insyaAllah 30 Januari nanti akan ada mogok nasional lagi.

Alasan aksi mogok yang selama ini terjadi umumnya terkait masalah ekonomi. Pertama krisis ekonomi Eropa dan yang kedua penolakan kebijakan pemunduran usia pensiun. Kelompok kaum pekerja di Belgia menolak usia pensiun yang akan diubah dari 62 menjadi 65. Wah, Indonesia aja 55, dengan catatan live expectancy kita memang jauh di bawah Eropa. Walau aksi mogok massal ini membuat jengah, bagiku aksi mogok ini cukup menarik karena public service  biasanya mengumumkan rencana mogok mereka satu hingga dua minggu sebelumnya. Tetep ae, njelehi!

Budaya

Mengingat Belgia secara garis besar terbagi menjadi dua wilayah utama. Flanders dan Wallon, karakter budaya negeri ini bisa dibedakan pula menjadi dua. Orang-orang Flemish dikenal agak menyerupai orang Belanda yang lebih dingin, kaku, perfeksionis dan punctual. Sementara orang-orang Wallon dikenal lebih ramah, senang berbicara, dan lebih santai

Kedua jenis karakter budaya di atas memiliki nilai kurang dan lebihnya. Juga kita tidak dapat serta merta memberi stigma karena tentu saja terdapat kadar yang berbeda pada setiap individunya.

Kalau boleh memilih aku sendiri lebih merasa sesuai dengan karakter orang Flemish yang lebih menyerupai orang Belanda dibanding Wallon yang agak menyerupai orang Prancis. Karakter yang lebih santai pada orang Wallon ini kadang mengarah pada unprofessional membuat aku beberapa kali megalami kerugian dalam tataran praktis dan administratif.

Bagaimanapun juga, secara umum orang Belgia cukup ramah dan pas. Yang saklek tidak (maaf) sekaku orang Belanda, yang santai tidak (maaf) selambat orang Prancis. Kalau harus membuat perbandingan simbolisasi karakter antara orang Belgia, Belanda dan Jerman, I would say: Belgian is nice, Dutch is friendly, German is cool.

Sosial

Posisi Brussels yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota paling multietnis di dunia karena didatangi banyak pendatang dengan berbagai keperluan dari studi, bekerja, hingga menetap dengan berbagai cara. Perlahan namun pasti kota-kota lain di sekitarnya dapat merasakan pengaruhnya.

Sejarah Belgia yang pernah memiliki pemerintahan atas Democratic Republic of Congo dan Rwanda menjadi salah satu faktor banyaknya imigran dari kedua negara mewarnai Belgia terutama, kota Brussels. Alasan lain, kebijakan pemerintah Belgia mendatangkan pekerja imigran asal Maroko untuk membangun indsutri di Belgia pada era 70-an membuat populasi warga keturunan Maroko cukup banyak dan terus tumbuh pesat. Penggunaan bahasa Prancis juga menjadi faktor lain banyaknya imigran asal Afrika di Belgia mengingat para pendatang dari negara eks-koloni Prancis dapat dengan mudah beradaptasi di Belgia. Terutama bagian Wallon.

Sedikit cerita menarik dari salah satu senior asal Indonesia mengenai pekerja imigran dari Maroko. Tahun 1970-an saat Belgia meminta Raja Maroko untuk mengirimkan tenaga kerja, Raja Maroko mengirimkan ribuan pekerja yang berasal dari kawasan di Maroko yang selalu bergolak oleh sikap warganya yang sering menentang kebijakan sang raja. Untuk meredakan polemik di sana, dikirimkanlah mereka ke Belgia. Ibarat “membeli kucing dalam karung” kemudian hari Belgia turut merasakan imbasnya dengan banyaknya pelanggaran disiplin dan keamanan yang cukup tinggi berasal dari kalangan pekerja yang sebelumnya sudah dianggap rebel ini. Namun demikian, seiring waktu, pendatang asal Maroko semakin beragam sehingga kini stigmatisasi warga asal Maroko sebagai pemicu kondis instabil tidak dapat dibenarkan lagi.

Memiliki pengalaman puluhan tahun dengan masalah imigrasi dan kependudukan, Belgia memiliki sistem Social Security Service yang cukup baik. Hal ini tergambar dari murahnya biaya pendidikan dan berjalnnya sistem jaminan dan pembiayaan kesehatan. Umumnya warga hanya membayar sekitar 20 persen biaya pelayanan kesehaatan. Sementara 80%nya akan mendapatkan ganti dengan sistem reimbursement.

Alam

Lebih dari 50% permukaan Belgia adalah wilayah hijau. Seperti halnya negara Eropa barat lain yang banyak memberikan ruang hijau di tengah kota, berdasarkan pengalaman pribadi dan cerita para senior, Belgia merupakan salah satu negara dengan tatanan taman yang paling niat dan paling baik. Berada di Belgia adalah kesempatan yang paling baik untuk banyak jalan-jalan, joging, hingga piknik di berbagai taman yang tersebar di tengah maupun pinggir kota.

Pengeluaran dan Kebutuhan Sehari-hari

Membandingkan pengalaman hidup di Belanda, Belgia menawarkan biaya hidup yang relatif murah. Perlu diicatat besar-besar, pengeluaran berbanding lurus dengan gaya hidup dan masing-masing kita memiliki gaya hidup yang berbeda.

Berdasarkan pengalaman para pelajar Indonesia, beasiswa master yang umumnya berkisar 1000 Euro dan PhD yang berkisar 1700-2000 Euro adalah jumlah yang sangat cukup untuk bertahan hidup di Belgia. Sejauh ini dengan biaya akomodasi 400 Euro, aku dan Muti bisa bertahan dengan belanja konsumsi pangan berkisar 100 Euro perbulan. 100 Euro alokasi jalan-jalan. 200 Euro untuk berbagai keperluan seperti les, buku dan printer. 100 Euro kami potong untuk tabungan di depan. 100 Euro lagi untuk dimanfaatkan oleh yang membutuhkan. Sementara kami juga memliki alokasi pengeluaran tak terduga umumnya berkisar 100 Euro per bulan, yang aneh tapi nyata alhamdulillah sejauh ini selalu diimbangi pemasukan tak terduga juga dengan nilai yang sama.

Pendidikan

Seperti di Jerman dan negara Eropa yang masih memelihara sistem sosialis, pendidikan dasar di Belgia umumnya gratis. Biaya kuliah tingkat S1 tidak mahal bervariasi dengan rata-rata biaya 500 Euro per semester untu program non-internasional. Begitu pula untuk program master, biaya per semester untuk jurusan non-bisnis di universitas negeri juga berkisar 500 Euro per bulan. Di beberapa universitas, untuk jurusan tertentu bahkan diterapkan tuition fee sebesar 80 Euro saja per tahun untuk mahasiswa dari negara berkembang.

Varian harga akan jauh berbeda jika jurusan yang diminati adalah bidang terkait bisnis yang kebanyakan diselenggarakanoleh universitas swasta. Informasi mengenai pendidikan tinggi dapat diakses di website www.studyinflanders.be (Universitas di daerah Fanders dan www.studyinbelgium.be (Univeristas di daerah Wallon).

Sekolahku sendiri cukup unik. Universite catholique de Louvain, french-speaking univerist  terbesar dan terbaik di Belgia. Sekolah ini merupakan universitas pertama di Belgia, berdiri pada tahun 1425 di kota Leuven provinsi Noord-Brabant, wilayah Flanders dengan nama Katholieke Universiteit Leuven (KUL). KUL memiliki tradisi kuat dalam pengembangan sains dan iptek. Teori Big Bang milik Stephen Hawking berlandaskan penelitian kosmologi Georges Lemaitre pada era 1920-an. Pada tahun 1968 terjadi perseteruan hebat antara orang-orang Flemish dan Wallon. Hal ini menyebabkan orang-orang Wallon “terusir” dari kampus KUL dan perlu mendirikan kampus baru dengan para akademisinya yang berasal dari Wallon sehingga didirikanlah Universite catholique de Louvain, UCL di kota Louvain-La-Neuve, The New Leuven. Meski demikian, untuk kampus fakultas berbasis ilmu kesehatan terletak di kota Brussels. Secara geografis, lokasi kampus UCL ini dapat dianalogikan dengan kampus UI yang utamanya berlokasi di Depok dan Fakultas Kedokterannya di Salemba, Jakarta Pusat.

Tidak hanya di Leuven. Polemik antara Flemish dan Wallon ini juga berdampak pada universitas lain shingga kini di Brussels terdapat dua “Brussels Free University” yaitu Vrije Universiteit Brussel (VUB) dan Universite Libre de Bruxelles (ULB).

Pelajar dari Indonesia kebanyak melanjutkan studi di Flemish university, alasannya sederhana karena penggunaan bahasa Inggris yang jauh lebih awal, informasi asal universitas berbasis bahasa Belanda ini lebih tersiar secara luas. Begitu juga dengan komposisi mahasiswa internasionalnya yang rata-rata mencapai 30%. Sementara universitas berbahasa Prancis lebih didominasi oleh warga Wallon sendiri dan banyak pelajar pendatang dari negara-negara Afrika.

Bahasa

Faktor demografi memberi corak pada Belgia dengan memiliki tiga official language, Belanda, Prancis dan Jerman. Kebanyakan pelajar Indonesia menuntut ilmu di berbagai kota seperti Hasselt, Antwerpen,  Gent, dan Leuven yang berada di wilayah Flanders yang berbahasa Belanda. Kebanyak universitas di wilayah Flanders telah melaksanakan pendidikan master dan doktorat dalam bahasa Inggris.

Penguasaan bahasa Belanda atau Prancis selain Inggris menjadi modal yang sangat berharga untuk melanjutkan studi dan bekerja di Belgia. Sayang, modalku tidak tepat sasaran, belajarnya bahasa Belanda, dapat universitasnya berbasi bahasa Prancis.

Komunitas Indonesia

Secara kuantitatif komunitas Indonesia dengan berbagai latar belakangnya di Belgia terbilang besar. Di Brussels sendiri tercatat hampir seribu warga Indonesia berada dengan 30-an di antaranya mahasiswa yang sedang studi lanjut (S1, S2, S3). Kedutaan Besar Republik Indonesia di Brussels yang mencakup wilayah kerja Grand Duchy Luxembourg dan sebagai perwakilan untuk Uni Eropa memiliki peran penting dalam kerjasama Indonesia – Belgia dan Indonesia – Uni Eropa.

Kedutaan Besar Indonesia juga sangat aktif dalam mempromosikan budaya Indonesia melalui berbagai event lokal maupun Internasional di Belgia. Di antaranya mengikuti berbagai pameran pariwisata dan budaya hingga berpartisipasi dalam berbagai acara sosial. Kepada komunitas Indonesia sendiri KBRI juga memlihara hubungan yang sangat dekat dan harmonis. Berbagai acara untuk kepentingan komunitas Indonesia diselenggarakan dan difasilitasi oleh KBRI mulai dari perayaan hari besar, peringatan hari kemerdekaan, hingga pelestarian kesenian tradisional dan pendidikan anak usia dini.

Dua yang terakhir sangat menarik perhatianku. Yang pertama di mana aku dan Muti terlibat belajar menari Saman dan Pendet, ini Muti saja, aku nggak ikut-ikut. Dengan duet Oom Made bersama Tante Wayan yang selalu rajin mengenalkan dan melatih komunitas Indonesia kepada berbagai kesenian seperti gamelan, tari-tarian, dan atraksi lain, pelestarian kesenian tradisional di KBRI Brussels begitu hidup terasa. Yang kedua, baru saja diresmikan adalah TAMSASYA, kegiatan sarat muatan kreativitas untuk anak-anak Indonesia yang bermukim di Belgia.

Untuk pelajar yang tinggal di Brussels dan sekitarnya, KBRI Brussels dengan segala kegiatannya merupakan obat penawar yang adekuat jika sewaktu-waktu peajar mengalami homesick yang sangat.

Informasi lebih lanjut tentang studi di Belgia silakan mengunjungi website senior kami Mas Roil di http://roilbilad.wordpress.com/2010/12/11/kehidupan-mahasiswa-indonesia-di-belgia/#more-761

Semoga bermanfaat!!

A la prochain

————————————————————————————————————————————–

Ingin terus mengikuti cerita kami? Klik Folow pada WordPress page ini.

Bermanfaat kah tulisan ini?! Jangan ragu RateShare dan Komentar pada kolom di bawah ini!

Ingin membaca kisah-kisah penuh inspirasi? Kunjungi http://inspirasi.ugm.ac.id/

Writing, to me, is simply thinking through my fingers.— Isaac Asimov